wali maga (penyerahan paca) pada prosesi pernikahan adat |
Sebagai Ata Kempo (Orang Kempo), saya belum tahu dan tidak mau tahu dari mana asal kata tersebut. Karena jaong Kempo (bahasa Kempo) tidak mengenal kata itu. Selain itu, dengan tidak menggunakan kata tersebut, tidak ada asosiasi paca seolah jual beli perempuan.
Tinggalkan kata tersebut, dan kembali ke topik utama.
Kehidupan manusia dalam berinteraksi
dengan sesama dalam suatu hubungan kekerabatan berlandaskan hak dan kewajiban. Tiap-tiap
orang dalam suatu kelompok masyarakat adat, maupun antar kelompok masyarakat
adat itu sendiri secara turun-temurun memiliki hak dan kewajiban masing-masing.
Semua telah diatur dalam kesepakatan bersama antar kelompok masyarakat adat.
Meskipun hal itu tidak pernah tertulis, namun semua menjadi satu dalam
kehidupan masyarakat adat itu sendiri.
Demikian halnya dalam sebuah prosesi perkawinan adat, yang
melibatkan dua belah pihak utama yaitu Iname
(pihak perempuan) dan Woe (pihak
laki-laki).
Dikatakan pihak utama, karena masih ada pihak lain yang tidak terlibat langsung, namun memiliki peran penting dalam prosesi perkawinan tersebut.
Kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kedudukannya.
Iname yang biasa disebut Nara (saudara laki-laki) mempunyai dis (hak) untuk taing (meminta/menetapkan) paca / mahar kepada Woe atau disebut Weta (saudara perempuan).
Dan pihak Woe memiliki kewajiban untuk menyanggupi paca yang diminta pihak Iname.
Dalam penerapannya, semua ada ceki agu laseng (aturan dan tata cara umum) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dalam prosesi perkawinan yang dimaksud.
Dikatakan pihak utama, karena masih ada pihak lain yang tidak terlibat langsung, namun memiliki peran penting dalam prosesi perkawinan tersebut.
Kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kedudukannya.
Iname yang biasa disebut Nara (saudara laki-laki) mempunyai dis (hak) untuk taing (meminta/menetapkan) paca / mahar kepada Woe atau disebut Weta (saudara perempuan).
Dan pihak Woe memiliki kewajiban untuk menyanggupi paca yang diminta pihak Iname.
Dalam penerapannya, semua ada ceki agu laseng (aturan dan tata cara umum) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dalam prosesi perkawinan yang dimaksud.
Mungkin ada yang bertanya, kapan semua ini dimulai?
Banyak spekulasi yang ada
di benak orang-orang yang mengaku mengetahuinya. Tak masalah, isi kepala tiap
orang berbeda gumpalan, dan yang punya kepala memiliki kesempatan untuk
melancipkan atau menumpulkannya, atau malah mengosongkannya.
Menurut penulis sendiri,
setelah berkonsultasi dengan tetua adat tentunya, meyakini bahwa semua hal ini
berawal dari ketika manusia terutama Ata Kempo mampu berpikir tentang logika,
bukan lagi mengandalkan insting. Logika untuk menghargai atau memberi nilai
pada sesuatu.
Berarti sudah lebih maju dari spesies dekatnya yaitu simpanse yang masih mengandalkan insting dan kekuatan fisik untuk menjadi pejantan dan memimpin koloninya.
Berarti sudah lebih maju dari spesies dekatnya yaitu simpanse yang masih mengandalkan insting dan kekuatan fisik untuk menjadi pejantan dan memimpin koloninya.
Begitulah kira-kira penggambaran awal mulanya, sesuai dengan peradaban manusia masa lampau.
Dan hal-hal lain yang melengkapinya, berkembang seiring perkembangan jaman, tentunya tanpa meninggalkan nilai luhurnya.
Apa sebenarnya paca (mahar/mas kawin) dalam perkawinan adat Kempo-Manggarai Barat?
Sejenak kita kembali ke masa
lalu, puluhan hingga ratusan tahun silam. Masa dimana standar nilai tukar belum
diatur, atau masa setelah nilai tukar berdasarkan mata uang. Dan nilai uwang / seng (uang) belum melonjak seperti saat ini, serta peredaran uang masih
sangat terbatas.
Tapi karena masyarakat masih jauh dari kehidupan moderen, nilai tukar masih ditentukan oleh nilai barang atau barang pengganti, berupa hewan ternak maupun barang berharga lainnya pada masa itu.
Tapi karena masyarakat masih jauh dari kehidupan moderen, nilai tukar masih ditentukan oleh nilai barang atau barang pengganti, berupa hewan ternak maupun barang berharga lainnya pada masa itu.
Secara garis besar paca atau paca wina, pembahasannya
ditinjau dari sudut pandang sebagai ata rona (pihak laki-laki).
Karena pihak laki-laki adalah pihak yang menyanggupi paca yang diminta oleh pihak perempuan.
Karena pihak laki-laki adalah pihak yang menyanggupi paca yang diminta oleh pihak perempuan.
Makna paca dapat disimpulkan dalam uraian dibawah ini;
1. Paca merupakan penghargaan terhadap nilai-nialai luhur adat istiadat.
Bagi ata Kempo atau ata
Mangggarai umumnya, ala wina (perkawinan)
merupakan bagian dari siklus kehidupan manusia. Sesuai dengan tujuan dari kaeng kilo (hidup berumahtangga) yaitu tau
beka agu buar (melanjutkan
keturunan).
Prosesi perkawinan adat juga merupakan peristiwa penting
bagi seseorang, karena banyak hal yang didapatkan dari tiap tahap yang
dilaluinya. Makna dari tiap tahapan inilah yang membuat seseorang menjadi
dewasa baik dalam berpikir maupun berprilaku. Hal itu akan menjadi modal dasar
bagi suami istri untuk melahirkan generasi baru.
Prosesi perkawinan adat
diwariskan turun temurun dari para leluhur. Melibatkan banyak pihak, baik
langsung maupun tidak langsung. Hal inilah yang membuat masyarakat adat Kempo,
sadar dan paham bahwa ada sebuah proses yang dilalui untuk mencapai sebuah titik
perkawinan.
Dan proses tersebut telah diatur oleh para leluhur, dalam sebuah sistem perkawinan adat, yang boleh dikatakan sempurna.
Didalamnya tertuang dasar pemikiran, tata cara sebagai panduan, pengawasan dan sanksi. Untuk ukuran orang yang hidup di masa lampau, sistem ini sebagai sesuatu yang cukup brilian.
Dan proses tersebut telah diatur oleh para leluhur, dalam sebuah sistem perkawinan adat, yang boleh dikatakan sempurna.
Didalamnya tertuang dasar pemikiran, tata cara sebagai panduan, pengawasan dan sanksi. Untuk ukuran orang yang hidup di masa lampau, sistem ini sebagai sesuatu yang cukup brilian.
Karena perkawinan melibatkan banyak pihak, otomatis banyak
pula orang yang mengetahui hal ini.
Jadi walaupun belum ada kitab tertulisnya, namun semua orang tahu tentang hal tersebut, meskipun tingkat pemahaman tiap orang berbeda dalam menafsirkannya.
Begitu juga halnya jika terlibat sebagai pihak-pihak dalam prosesi perkawinan, sudah tentu tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
Jadi walaupun belum ada kitab tertulisnya, namun semua orang tahu tentang hal tersebut, meskipun tingkat pemahaman tiap orang berbeda dalam menafsirkannya.
Begitu juga halnya jika terlibat sebagai pihak-pihak dalam prosesi perkawinan, sudah tentu tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya.
2. Paca merupakan sebuah konsep pemikiran yang sangat sederhana; balas jasa pengasuhan.
Perkawinan adat Kempo /
Manggarai menganut sistem patrilinear. Gambaran singkatnya prosesi perkawinan yaitu, pihak Woe mendatangi Iname
untuk mencari dan meminta seorang gadis, sesuai ungkapan wa tana la'as eta sekang rewas (jejak / bayangannya
ada di tanah dan bunganya berada dalam rumah).
Pihak Iname yang telah melahirkan dan membesarkan seorang
gadis menyampaikan dis (hak) yang telah diatur oleh adat yaitu meminta paca.
Pihak Woe menyadari hal ini dan menyatakan kesanggupannya, sesuai ungkapan tegi dise Nara, manga dise Weta (pihak perempuan akan meminta / menetapkan dan
pihak laki-laki akan menyanggupi sesuai kemampuan.
Dengan disepakatinya aturan adat tersebut, perkawinan adat pun dilaksanakan.
Melalui perkawinan, pihak Iname memberikan seorang gadis, dan pihak Woe membalas jasa Iname untuk pengasuhan gadis tersebut dengan paca.
Masyarakat adat Kempo dijaman itu belumlah memiliki
kompleksitas kehidupan serumit saat ini. Meletakan sebuah dasar pemikiran
tidaklah perlu rumit, kita bisa bayangkan cara berpikir manusia ratusan
tahun silam, hidup adalah sebuah kesederhanaan.
Jadi paca pada intinya adalah balas jasa pengasuhan.
Dan nilai dari balas jasa
tersebut disejajarkan dengan memberi nilai pada sebuah barang atau barang
pengganti.
Analogi sederhananya, jika kita berpikir bahwa emas adalah harta yang berharga, maka penghargaan terhadap sebuah balas jasa, juga setara dengan kita memberi nilai emas tersebut. Bisa dikatakan sebagai nilai intrinsik dari sebuah nominal .
Makna dan nilai luhur dari konsep sederhana inilah yang membuat paca memiliki makna yang lebih dalam dan luas, sehingga menjadi bagian yang turut mempengaruhi kehidupan masyarakat adat Kempo.
Makna dan nilai luhur ini diatur sedemikian rupa sehingga paca bukanlah sebuah bentuk pertukaran atau jual beli. (..di topik berbeda nanti kita akan bahas perbedaan paca dan jual beli)
Analogi sederhananya, jika kita berpikir bahwa emas adalah harta yang berharga, maka penghargaan terhadap sebuah balas jasa, juga setara dengan kita memberi nilai emas tersebut. Bisa dikatakan sebagai nilai intrinsik dari sebuah nominal .
Makna dan nilai luhur dari konsep sederhana inilah yang membuat paca memiliki makna yang lebih dalam dan luas, sehingga menjadi bagian yang turut mempengaruhi kehidupan masyarakat adat Kempo.
Makna dan nilai luhur ini diatur sedemikian rupa sehingga paca bukanlah sebuah bentuk pertukaran atau jual beli. (..di topik berbeda nanti kita akan bahas perbedaan paca dan jual beli)
Berikut dasar pemikiran dari Iname dalam hal tegi (meminta / menetapkan) paca;
Paca adalah dis de Iname (hak dari pihak perempuan) yang diatur oleh adat istiadat orang
Kempo.
Memiliki seorang anak perempuan, sebenarnya sama dengan memiliki seorang anak laki-laki. Namun dalam pengasuhan, beberapa hal dibedakan antar laki-laki dan perempuan.
Sejak kecil seorang anak perempuan dipersiapkan untuk menjadi seorang Ibu sebagaimana kodratnya, dan seorang laki-laki dipersiapkan untuk menjadi seorang Ayah sebagaimana mestinya.
Memiliki seorang anak perempuan, sebenarnya sama dengan memiliki seorang anak laki-laki. Namun dalam pengasuhan, beberapa hal dibedakan antar laki-laki dan perempuan.
Sejak kecil seorang anak perempuan dipersiapkan untuk menjadi seorang Ibu sebagaimana kodratnya, dan seorang laki-laki dipersiapkan untuk menjadi seorang Ayah sebagaimana mestinya.
Dalam perjalanan hidupnya, gambaran sederhana seorang
perempuan ibaratnya sebagai mawo lebo
(padi yang menghijau), sementara
laki-laki ibaratnya sebagai kaba
lambar (kerbau jantan liar). Sebagai
mawo lebo tentunya seorang perempuan rentan dengan berbagai macam serangan hama
penyakit dan menarik perhatian kerbau liar, sehingga perlu dirawat dan dijaga
agar kelak menghasilkan bulir-bulir padi yang menghidupkan. Jika mawo lebo
diserang oleh kaba lambar, maka bukan saja mawo lebo yang rusak dan mati tetapi
juga pemilik kebunnya akan gagal panen.
Dan sebagai kerbau liar seorang laki-laki perlu diawasi dan
diarahkan agar jangan sampai merusak mawo lebo. Sekalipun kaba lambar menyerang
mawo lebo, bukan kaba lambarnya yang mati tetapi mawo lebonya, sementara
pemilik kaba lambar harus mengganti kerugian atas mawo lebo. Dan biasanya
berapa pun besar nilai gantinya, tidak akan sepadan dengan kerusakan yang
terjadi.
Dalam kehidupan kelompok,
gambaran lain dari seorang perempuan adalah sebagai sebuah mahkota,
sementara laki-laki adalah takhtanya. Setiap laki-laki menjaga dan
mempertahankan rang (harga diri dan gengsi), yang salah
satunya adalah sanggup menjaga keutuhan mahkotanya yaitu kehormatan setiap
perempuan yang ada disekitarnya. Apalah arti sebuah takhta atau singgasana,
jika mahkotanya telah rusak, maka dengan sendirinya takhta itupun hancur.
Seorang anak perempuan sebagai mahkota keluarga dan kelompok, harus dijaga,
diasuh dan diajarkan nilai-nilai luhur kehidupan agar jangan sampai menjatuhkan
harga diri kaum dan kelompoknya.
Demikian pun seorang anak laki-laki akan diajarkan bagaimana
memperlakukan seorang perempuan sebagai seorang Weta (saudara perempuan)
yang merupakan cilu ranga (perwujudan) seorang Ibu. Sehingga tidak
heran, setiap laki-laki dalam keluarga maupun kelompok akan menjadi pagar yaitu
penjaga dan pelindung bagi kaum perempuan.
Atas dasar pengasuhan
tersebutlah sehingga dalam perkawinan adat, pihak Iname diberikan hak oleh adat
istiadat untuk meminta / menetapkan balas jasa pengasuhan kepada pihak Woe.
Karena anak perempuan yang telah mereka asuh, jaga dan besarkan kelak akan menjadi bagian dari keluarga pihak laki-laki (sistem perkawinan patrilinear).
Ia akan menjadi bagian dari keluarga laki-laki dan menjadi calon Ibu yang akan melahirkan keturunan dari pihak keluarga laki-laki.
Karena anak perempuan yang telah mereka asuh, jaga dan besarkan kelak akan menjadi bagian dari keluarga pihak laki-laki (sistem perkawinan patrilinear).
Ia akan menjadi bagian dari keluarga laki-laki dan menjadi calon Ibu yang akan melahirkan keturunan dari pihak keluarga laki-laki.
3. Paca adalah sebuah kesanggupan.
Dalam perkawinan adat Kempo
jaman dulu, sebenarnya ada dua istilah sebagai bentuk balas jasa pengasuhan
kepada pihak Iname.
a. Nengga weki oke saki
Balas jasa pengasuhan seperti
ini bisa diterjemahkan sebagai ketidak-sanggupan untuk memenuhi segala
permintaan pihak Iname. Sehingga dibuatlah sebuah batasan oleh adat istiadat, agar pembalasan jasa masih tetap memiliki nilai dan kedua belah pihak tetap menjalankan ceki nengga weki (pelaksanaan
adat istiadat perkawinan).
Meski nilai dari balas jasa tersebut hanyalah sebagai oke saki (ala kadarnya) dan kedua belah pihak tidak kehilangan muka di depan masyarakat.
Meski nilai dari balas jasa tersebut hanyalah sebagai oke saki (ala kadarnya) dan kedua belah pihak tidak kehilangan muka di depan masyarakat.
Istilah oke saki sebenarnya
untuk kalangan rakyat biasa, atau untuk orang yang melakukan perkawinan adat tungku sai / tungku (perkawinan silang).
Namun lambat laun, karena kehidupan berangsur bergerak dinamis maka istilah oke saki berganti menjadi paca. Agar tidak ada diskriminasi antar golongan.
Namun lambat laun, karena kehidupan berangsur bergerak dinamis maka istilah oke saki berganti menjadi paca. Agar tidak ada diskriminasi antar golongan.
b). Paca
Istilah paca sendiri pada
awalnya hanya untuk kalangan orang kaya atau orang berpengaruh. Misalnya kaum
keturunan Raja atau orang yang mempunyai status sosial tinggi di masyarakat.
Karena, istilah paca hanya diterapkan apabila pihak Woe sanggup memenuhi segala permintaan Iname dalam pelaksanaan perkawinan adat.
Dan hal ini akan berpengaruh pada pelaksanaan perkawinan adat yang lengkap (mengenai tata cara akan dibahas di topik lain...).
Penerapan istilah paca berarti telah menyetujui apapun yang diminta oleh pihak Iname, sehingga tidak terjadi lagi tarik ulur pembicaraan pada tahap selanjutnya.
Karena, istilah paca hanya diterapkan apabila pihak Woe sanggup memenuhi segala permintaan Iname dalam pelaksanaan perkawinan adat.
Dan hal ini akan berpengaruh pada pelaksanaan perkawinan adat yang lengkap (mengenai tata cara akan dibahas di topik lain...).
Penerapan istilah paca berarti telah menyetujui apapun yang diminta oleh pihak Iname, sehingga tidak terjadi lagi tarik ulur pembicaraan pada tahap selanjutnya.
Inilah bentuk pertaruhan gengsi dan martabat wae’r Kraeng (kaum bangsawan) atau Ata ata hitu (orang yang berpengaruh) dalam hal perkawinan adat dimasa lalu.
4. Paca adalah sebuah
kesepakatan.
Besaran nilai paca yang
ditentukan merupakan sebuah kesepakatan antar kedua belah pihak.
Pada saat baro nai (lamaran), jaong kimpu (pembicaraan mengenai penentuan besarnya paca) akan dilakukan.
Berapa renta (besaran nilai paca) akan diberikan oleh pihak Iname, dan Woe akan poka (menentukan batas kesanggupan). Jika renta dirasa mampu untuk dipenuhi, maka paca sudah disepakati. Namun jika dirasa terlalu tinggi, maka akan ditawar lagi oleh Woe untuk menurunkan nilainya, disini terjadi pembicaraan yang alot.
Pada saat baro nai (lamaran), jaong kimpu (pembicaraan mengenai penentuan besarnya paca) akan dilakukan.
Berapa renta (besaran nilai paca) akan diberikan oleh pihak Iname, dan Woe akan poka (menentukan batas kesanggupan). Jika renta dirasa mampu untuk dipenuhi, maka paca sudah disepakati. Namun jika dirasa terlalu tinggi, maka akan ditawar lagi oleh Woe untuk menurunkan nilainya, disini terjadi pembicaraan yang alot.
Pembicaraan demi pembicaraan hingga sampai pada titik
temu, dan disepakati nilai paca tersebut. Tawar menawar atau tarik ulur pembicaraan yang dimaksud, dalam
artian mencari jalan keluar terbaik agar tidak memberatkan salah satu pihak.
Bukan tawar menawar berapa harga seorang perempuan, tetapi lebih kepada
pembicaraan mengenai kawe salang dia
(mencari jalan keluar terbaik)
mengenai ketetapan paca dan tata cara yang akan digunakan dalam prosesi perkawinan nantinya.
Sebagai contoh; jika dalam
perkawinan nanti juga akan digelar wela
wie (malam resepsi), maka pihak
Woe diminta menanggung icing cewe (menu hidangan, biasanya seekor kerbau).
Jika Woe merasa mampu, berarti wela wie jadi dilaksanakan, tapi kalau tidak
mampu, maka harus dibicarakan saat itu juga, agar ada alternatif lain, atau
tidak harus dilakukan. Hal ini untuk menghindari kerugian di pihak Iname, jika
Woe mengingkari kesepakatan.
Sebagai catatan; pelaksanaan prosesi perkawinan adat Kempo / Manggarai dilaksanakan di kampung pihak perempuan.
Sebagai catatan; pelaksanaan prosesi perkawinan adat Kempo / Manggarai dilaksanakan di kampung pihak perempuan.
Analogi yang biasa dipakai
dalam kesepakatan jaong kimpu ;
pihak Iname menunjuk sebatang
pohon, setinggi itulah paca yang disebut renta
(meminta),Woe melihatnya
terlalu tinggi dan memberikan batasan yaitu poka (potong),
kemudian Iname menimbang lalu menetapkan yaitu renco (arah jatuhnya).
kemudian Iname menimbang lalu menetapkan yaitu renco (arah jatuhnya).
Setelah besaran nilai paca
sudah disepakati saat baro nai, maka pada saat neki ca weki (pernikahan)
tinggal dilanjutkan dengan penyerahan besarnya nilai paca oleh Woe. Jadi tidak
ada kesepakatan yang baru lagi atau perubahan kesepakatan, karena jaong ata puli kitek (sudah disepakati).
5. Paca adalah nilai kolektifitas
Manusia di jaman dulu,
menyadari bahwa tidak semua hal besar bisa dilakukan secara sendirian. Ada lebih banyak hal besar yang kita bisa wujudkan jika dilakukan bersama-sama.
Demikian halnya paca, besaran nominal yang terkandung di dalam kimpu, bukan saja menjadi tanggungan pihak laki-laki, tetapi juga melibatkan kerabat dari pihak laki-laki.
Demikian halnya paca, besaran nominal yang terkandung di dalam kimpu, bukan saja menjadi tanggungan pihak laki-laki, tetapi juga melibatkan kerabat dari pihak laki-laki.
Untuk lebih jelasnya, komposisi paca digambarkan sebagai berikut;
Paca yang ditetapkan oleh Iname akan menjadi tanggungan
pihak Woe, lalu Woe membaginya menjadi dua atau tiga bagian, yaitu;
- Dibagi ke tiap-tiap kope (keluarga), yang menjadi Ase-Kae (saudara satu keturunan) tentunya yang sudah berkeluarga, dalam satu batu (klan), dalam bentuk warang laki (sejumlah sumbangan dari tiap kope dalam satu klan)
- Dibagi
ke Woe dari pihak laki-laki, yaitu Weta
(saudara perempuan dari si Reba) atau
Inang (saudara perempuan ayah si Reba) yang sudah menikah tentunya,
berupa werong (permintaan pihak Iname kepada Weta/Inang, untuk menyumbang pada acara
yang dilangsungkan di keluarga Nara).
Werong sebagai perwujudan ungkapan wae tiku tedeng (pendalamannya akan dibahas di topik lain..) Pada keluarga Woe (Weta/Inang), werong dibagi lagi menjadi warang. - Hae bantang (mengajak orang lain untuk membuat kesepakatan seperti arisan).Hal ini hanya sebagai pilihan saja, jika si Reba tidak banyak memiliki Ase-Kae atau Weta/Inang. Banyak orang berencana untuk menikah, jadi apa salahnya bergabung atau mengajak orang lain untuk membuat kesepakatan semacam arisan.
Jadi komposisi paca bisa
disederhanakan:
Paca = Warang laki (Ase-Kae) + Werong laki nara (Weta/Inang) + Hae bantang (kope Reba)
Paca = Warang laki (Ase-Kae) + Werong laki nara (Weta/Inang) + Hae bantang (kope Reba)
Jika belum mencukupi, maka kelebihannya menjadi tanggungan
pribadi dari Orang tua atau dari si Reba. Tapi jika mencukupi, kadang si Reba
ataupun orang tua malah tidak banyak mengeluarkan modal.
6. Paca adalah akumulasi kekurangan.
Aturan kehidupan manusia tidak
hidup di dalam batu, yang kaku dan tidak bergerak keluar, melainkan dinamis dan
manusiawi.
Demikian pun dalam perkawinan adat, karena pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan adat memiliki sua ranga (dua kedudukan yang sama) yang saling bergantian.
Pihak Iname pada saat tertentu bisa menjadi Woe, karena juga memiliki anak laki-laki, demikian pun Woe pada saat tertentu berposisi sebagai Iname karena memiliki anak perempuan.
Demikian pun dalam perkawinan adat, karena pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan adat memiliki sua ranga (dua kedudukan yang sama) yang saling bergantian.
Pihak Iname pada saat tertentu bisa menjadi Woe, karena juga memiliki anak laki-laki, demikian pun Woe pada saat tertentu berposisi sebagai Iname karena memiliki anak perempuan.
Atas pertimbangan inilah kemudian paca menjadi fleksibel dan lebih manusiawi.
Paca sebagai akumulasi kekurangan dapat dijelaskan sebagai
berikut; pada pembicaraan mengenai besaran paca, pihak Iname akan menyampaikan
renta dan Woe akan poka.
Untuk mencapai suatu titik kesepakatan, terjadi tarik ulur pembicaraan.
Renta paca yang terlalu tinggi dari pihak Iname dirasa cukup sulit untuk dipenuhi oleh Woe.
Meskipun pihak Iname telah menurunkan nilainya, namun masih juga dirasa cukup sulit oleh Woe.
Untuk mencapai suatu titik kesepakatan, terjadi tarik ulur pembicaraan.
Renta paca yang terlalu tinggi dari pihak Iname dirasa cukup sulit untuk dipenuhi oleh Woe.
Meskipun pihak Iname telah menurunkan nilainya, namun masih juga dirasa cukup sulit oleh Woe.
Oleh karena situasi ini, Iname pun mengalah dan menetapkan
batas standar yang disebut ''paka manga
atau paka'' (harus bisa dipenuhi).
Paka merupakan batasan standar untuk sebuah nilai balas jasa, sehingga paca masih layak disebut paca atau oke saki masih layak disebut oke saki.
Paka merupakan batasan standar untuk sebuah nilai balas jasa, sehingga paca masih layak disebut paca atau oke saki masih layak disebut oke saki.
Paka adalah nilai paca yang merupakan akumulasi dari
berbagai kekurangan yang ada pada pihak Woe. Bukan suatu keharusan atau
pemaksaan, karena berlandas pada prinsip, jika saya berada pada posisi seperti
anda saat ini.
Sebagai contoh misalnya Iname
menetapkan kimpu;
*eta sekang; 15 juta jaong koe jaong mese (pembicaraan di dalam rumah mulai dari hal kecil sampai yang besar)
*wa tana; 2 kaba mose, 1 jarang, 2 kina (2 ekor kerbau, 1 ekor kuda, 2 ekor babi)
*Icing cewe agu wagal; 2 ekor kerbau.
*eta sekang; 15 juta jaong koe jaong mese (pembicaraan di dalam rumah mulai dari hal kecil sampai yang besar)
*wa tana; 2 kaba mose, 1 jarang, 2 kina (2 ekor kerbau, 1 ekor kuda, 2 ekor babi)
*Icing cewe agu wagal; 2 ekor kerbau.
Pihak Woe hanya mampu;
*eta sekang 10 juta, *wa tana 1 kaba, *icing cewe agu wagal 1 kaba.
*eta sekang 10 juta, *wa tana 1 kaba, *icing cewe agu wagal 1 kaba.
Apakah hal ini sudah standar untuk dinamai paca, dengan
pelaksanaan upacara perkawinan adat yang lengkap menurut perhitungan Iname??
Maka Iname membuat batasan; 10
juta, 2 kaba mose, 2 kina, 1 kaba icing
cewe agu wagal.
Batasan atau paka manga ini
bertujuan untuk menghindari kerugian pada Iname, tentunya dihitung berdasarkan
pelaksanaan tata cara dan nominal pengeluaran.
Paka merupakan tawaran terakhir dari pihak Iname, dan jika Woe masih belum menyanggupinya, mungkin saja ada kesepakatan lain, seperti kope nggabang atau paca yang berupa wase (penundaan atau pengalihan paca ke bentuk lain).
Atau Iname mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kesepakatan dan pihak Woe dipersilahkan untuk pulang.
Apakah dunia begitu kejam?
Tidak juga, masih realistis, karena adat juga mengatur
berbagai cara seperti diurai di depan tadi.
7. Paca adalah sebuah pengujian dan pembuktian.
Karena pernikahan adat bertujuan
pande jiri mensia ata ca mongko (mendewasakan seseorang) maka tak ada
salahnya untuk menguji sejauh mana kedewasaan seseorang sebelum jiri ca kilo (memilih untuk hidup berkeluarga).
Karena masyarakat adat Kempo hidup berkelompok, maka pengujian kualitas diri akan diuji oleh berbagai pihak, termasuk oleh Iname dalam prosesi adat perkawinan.
Karena masyarakat adat Kempo hidup berkelompok, maka pengujian kualitas diri akan diuji oleh berbagai pihak, termasuk oleh Iname dalam prosesi adat perkawinan.
Di tahap awal, Ata tua
(Orang tua) dari Reba (pemuda) yang hendak
laki mantar (mengawinkan anaknya) harus bisa mengambil keputusan apakah
putranya sudah mampu untuk membangun sebuah keluarga baru atau tidak. Setelah
dirasa cukup mampu oleh Ata tua, pengujian berikutnya adalah oleh Iname. Salah
satu bentuk pengujian tersebut adalah soal paca. Pengujian yang dilakukan oleh
Iname, sebenarnya lebih ditujukan kepada pihak Woe secara keseluruhan.
Iname perlu untuk tahu
kemampuan pihak laki-laki dan memastikan bahwa anaknya kelak yang akan menjadi
bagian keluarga laki-laki tidak hidup melarat.
Dengan menyanggupi paca, besar kemungkinan bahwa kehidupan keluarga pihak laki-laki terlihat solid dan kompak, kecukupan ekonomi terpenuhi dan keutuhan keluarga terjaga.
Penilaian ini seharusnya tidak lari jauh dari kenyataan, karena pada intinya, paca bukanlah akal-akalan. Dengan demikian, pihak Iname merasa tenang, bahwa anak dan suaminya kelak dapat membangun sebuah rumah tangga yang baik dan akan dibimbing oleh Orang tua dan keluarga besar suaminya.
Dengan menyanggupi paca, besar kemungkinan bahwa kehidupan keluarga pihak laki-laki terlihat solid dan kompak, kecukupan ekonomi terpenuhi dan keutuhan keluarga terjaga.
Penilaian ini seharusnya tidak lari jauh dari kenyataan, karena pada intinya, paca bukanlah akal-akalan. Dengan demikian, pihak Iname merasa tenang, bahwa anak dan suaminya kelak dapat membangun sebuah rumah tangga yang baik dan akan dibimbing oleh Orang tua dan keluarga besar suaminya.
Tidak hanya sampai disitu, karena paca adalah kesanggupan
yang telah disepakati, maka ketika ucapan tidak sejalan dengan kenyataan, maka
hal itu dianggap sebuah pelanggaran.
Dan pelanggaran kesepakatan akan dikenai sanksi.
Sanksi bagi pihak laki-laki yang tidak mampu menyanggupi paca yang disepakati adalah kope nggabang yaitu suatu situasi dimana seorang laki-laki yang telah kawin harus tinggal dan bekerja pada pihak perempuan sebagai jaminan, hingga pihak laki-laki melunasi paca yang telah disepakati.
Dan pelanggaran kesepakatan akan dikenai sanksi.
Sanksi bagi pihak laki-laki yang tidak mampu menyanggupi paca yang disepakati adalah kope nggabang yaitu suatu situasi dimana seorang laki-laki yang telah kawin harus tinggal dan bekerja pada pihak perempuan sebagai jaminan, hingga pihak laki-laki melunasi paca yang telah disepakati.
Dalam hal ini sangat jelas diatur, rasa dan perasaan tetap
diperhitungkan, yaitu kedua insan tetap menjalani prosesi neki ca weki (perkawinan).
Dan disisi lain, kesepakatan tetaplah kesepakatan, sehingga sanksi harus dilakukan, agar menjadi pesan bahwa ketentuan adat bukanlah hal yang bisa dipermainkan.
Dan disisi lain, kesepakatan tetaplah kesepakatan, sehingga sanksi harus dilakukan, agar menjadi pesan bahwa ketentuan adat bukanlah hal yang bisa dipermainkan.
8. Paca adalah pembicaraan adat tingkat tinggi.
Walaupun ata Kempo hidup dan
dibesarkan dengan adat istiadat, namun pembicaraan dalam hal perkawinan, tidak
semua orang bisa melakukannya. Butuh pembelajaran dan pengalaman, yang didapat
secara otodidak, dengan turut mengambil bagian dari sebuah pembicaraan adat
perkawinan.
Hanya orang-orang tertentu atau berkedudukan tertentu yang mampu dan diharuskan
untuk bias dan memahami setiap lika-liku jaong
kimpu (pembicaraan tentangperkawinan adat)
Misalkan saja, seorang Tua
Batu (kepala klan), sesuai
kedudukan dan tanggungjawabnya, harus bisa menjadi pemimpin bagi klannya,
termasuk tanggugjawab untuk melaksanakan perkawinan anggota klan.
Karena perkawinan adat Kempo tidak saja mengikat antar dua insan, namun juga
keluarga orang tua mereka, hingga ke tingkat klan.
Begitu juga seorang pateng (juru bicara), bukan saja sebagai letang lema laro jaong (penyambung lidah), namun juga harus bisa menyanggah, menyimpulkan dan memahami arah pembicaraan lawan bicara. Pateng juga adalah juru runding ulung, yang mempengaruhi sebuah kesepakatan, tentunya setelah berdiskusi dengan tetua yang lain.
Begitu juga seorang pateng (juru bicara), bukan saja sebagai letang lema laro jaong (penyambung lidah), namun juga harus bisa menyanggah, menyimpulkan dan memahami arah pembicaraan lawan bicara. Pateng juga adalah juru runding ulung, yang mempengaruhi sebuah kesepakatan, tentunya setelah berdiskusi dengan tetua yang lain.
Kesepakatan yang telah dibuat, dalam urusan perkawinan
bukanlah sebuah permainan atau akal-akalan. Karena pihak-pihak atau orang-orang
yang terlibat didalamnya, adalah yang telah memahami lika-liku adat. Hal ini
bisa diketahui dari cara orang-orang berbicara dan mengambil keputusan.
Jika ada perubahan atau melanggar kesepakatan pada tahap ini, maka akan
diketahui siapa yang tidak konsisten dan perlu untuk belajar lagi soal tata
cara adat perkawinan.
Tidak hanya itu, bahkan akan dikenai sanksi pada saat itu juga, dan segera dilaksanakan sebelum pembicaraan berlanjut ke tahap berikut, atau jika pelanggaran sangat krusial, maka kesepakatan pun bisa saja dibatalkan.
Tidak hanya itu, bahkan akan dikenai sanksi pada saat itu juga, dan segera dilaksanakan sebelum pembicaraan berlanjut ke tahap berikut, atau jika pelanggaran sangat krusial, maka kesepakatan pun bisa saja dibatalkan.
Disini akan terlihat, orang yang mengerti adat istiadat, sudah
pasti tidak mempermalukan dirinya sendiri dan orang lain. Karena orang yang
mengerti adat, telah memperhitungkan apa untungnya berbuat seperti itu.
9. Paca merupakan kesepakatan/pembicaraan ditingkat orang tua.
Pada jaman dulu, laki mantar (mengawinkan putra) dari pihak Woe atau wai mantar (mengawinkan
putri) dari pihak Iname, merupakan tanggungjawab orang tua. Dominasi
orangtua dalam menentukan jalan hidup anak-anaknya masih sangat kuat. Meski
dibalik itu, tentu saja ada pembicaraan antar orang tua dan anak, apakah rasa
saling suka diantara mereka dilandasi rasa cinta (saat baro nai), atau karena keadaan yang mengharuskan untuk
mengambil keputusan seperti itu.
Orang tua juga adalah manusia, punya rasa, punya pengalaman dan visi, apa salahnya mengarahkan dan memberi pertimbangan-pertimbangan yang logis, kalau perlu dipaksakan karena satu dan lain hal.
Calak dia'n diang agu jari laing (barangkali esok akan lebih baik).
Atau malah kita tak ingin semuanya jadi baik!
Pun halnya dalam penentuan paca, orang tua pihak perempuan
mempunyai hak menentukan besaran paca atas dasar tinu (pengasuhan) yang
mereka berikan kepada putrinya. Begitu juga orang tua pihak laki-laki memiliki
pertimbangan untuk menyanggupi permintaan Iname, atas dasar kawe agu manga (usaha dan kesanggupan).
Dua hal yang mesti dipikirkan bersama oleh para orang tua karena mose bom puli leso ho'o, manga leso diang agu
cesua (hidup tidak berakhir pada hari
ini, masih ada esok atau lusa), dan hidup yang sesungguhnya adalah saat
kedua insan tersebut menjadi satu keluarga.
Apa jadinya jika keluarga laki-laki menghabiskan seluruh harta dan warisannya,
untuk menyanggupi paca, lalu apa modal mereka untuk memulai kehidupan keluarga
baru nanti?
Orang tua yang punya pengalamn hidup, tentu sajaa tidak perlu dikasih tau tentang hal itu.
Hanya saja ada pilihan, menjadi Orangtua atau menjadi orang yang sudah tua ?
Orang tua yang punya pengalamn hidup, tentu sajaa tidak perlu dikasih tau tentang hal itu.
Hanya saja ada pilihan, menjadi Orangtua atau menjadi orang yang sudah tua ?
Sehingga dalam jaong
kimpu, yang saling berhadapan adalah Iname (pihak perempuan) dan Woe (pihak
laki_laki). Baik Iname maupun Woe, tidak hanya sebatas orangtua (Ayah/Ibu) dari kedua belah pihak, melainkan semua kerabat luas sampai pada
tingkat klan.
Jika ada pihak laki-laki yang mencoba memanipulasi keadaan, dan hendak melaksanakan perkawinan adat, dalam jaong kimpu akan terlihat.
Jika ada pihak laki-laki yang mencoba memanipulasi keadaan, dan hendak melaksanakan perkawinan adat, dalam jaong kimpu akan terlihat.
Misalkan saja: siapa saja hae wa’u (kerabat keturunan) terutama orang dewasa yang hadir, apakah jumlah yang datang cukup untuk menjadi saksi sebuah perkawinan dengan segala urusan pacanya.
Jika yang datang hanya satu dua orang dewasa, dan selebihnya hanya anak muda atau sekedar ikut meramaikan, Iname akan mempertanyakan hal itu.
Begitu juga ketika pembicaraan di lutur (ruang tamu) mengalami jalan buntu, maka pembicaraan akan beralih ke landong (ruang keluarga/paviliun). Pembicaraan ini diikuti oleh perwakilan keluarga dekat kedua belah pihak.
Itulah sebabnya ketentuan adat mengatur, bahwa jaong Kimpu
merupakan pembicaraan di tingkat Orangtua, karena merekalah yang bertanggug
jawab atas kesepakatan dan segala kosekuensi dari pembicaraan ini.
10. Paca merupakan kesepakatan dalam ikatan persaudaraan.
Pada pembahasan awal tadi,
pihak Iname disebut Nara (saudara laki-laki) oleh pihak Woe yang
disebut Weta (saudara perempuan).
Di titik inilah kesepakatan yang sudah bulat, pertaruhan gengsi dan segala macam keinginan, kembali dilebur menjadi satu yang bertempat di landong (ruangan keluarga/paviliun) yaitu bagian rumah yang lebih dalam dari lutur (ruang tamu), di antara lo'ang (kamar tidur) sebelum menuju sapo/likang (perapian/dapur).
Di titik inilah kesepakatan yang sudah bulat, pertaruhan gengsi dan segala macam keinginan, kembali dilebur menjadi satu yang bertempat di landong (ruangan keluarga/paviliun) yaitu bagian rumah yang lebih dalam dari lutur (ruang tamu), di antara lo'ang (kamar tidur) sebelum menuju sapo/likang (perapian/dapur).
Apa yang ingin anda capai dalam hidup ini?
Itu adalah pertanyaan
sederhananya, dan jawabanya ada pada saat kita dihadapkan pada dua pilihan,
yang sama-sama penting untuk dipilih. Namun yang dipilih tentu saja hanya satu,
atau tidak keduanya, dan mengambil keputusan diantaranya.
Bukankah perkawinan yang
terjadi adalah mendewasakan dua insan, untuk hidup bersama dan melahirkan
generasi baru dari bangsa manusia.
Lalu apa maksud dari generasi kita yang sekarang, berkelakuan seolah hanya generasi kita yang pantas untuk hidup ??
Lalu apa maksud dari generasi kita yang sekarang, berkelakuan seolah hanya generasi kita yang pantas untuk hidup ??
Persaudaraan Weta-Nara yang terlahir dari ca tuka gendo (dari rahim yang sama), menjadi anti klimaks dari pertaruhan gengsi
Iname-Woe yang saling mengawinkan.
Jika pihak Iname memaksakan kehendaknya, dan membuat malu pihak laki-laki karena tak mampu melunasi paca, lalu apa untungnya hal tersebut.
Tentu saja, di satu sisi pihak Iname terangkat rang (gensi) karena menetapkan standar paca yang tinggi kepada pihak Woe.
Namun disisi lain ia mempermalukan dirinya karena memiskinkan Woe, yang notabene anak gadisnya kelak akan menjadi bagian dari kemiskinan tersebut.
Jika pihak Iname memaksakan kehendaknya, dan membuat malu pihak laki-laki karena tak mampu melunasi paca, lalu apa untungnya hal tersebut.
Tentu saja, di satu sisi pihak Iname terangkat rang (gensi) karena menetapkan standar paca yang tinggi kepada pihak Woe.
Namun disisi lain ia mempermalukan dirinya karena memiskinkan Woe, yang notabene anak gadisnya kelak akan menjadi bagian dari kemiskinan tersebut.
Lalu apa hal besar yang mulia nan agung dari kesepakatan ini
???
Bom cai ite, bom cai hami
(anda adalah bagian dari kami, dan kami adalah bagian dari anda).
Tegi dite Nara manga lise Weta, toe manga dise Weta, sale ite Nara nai ngalis agu tuka ngengga
(Pihak Iname meminta paca, pihak Woe menyanggupi, kalupun kurang, Woe miminta pertimbangan dan kebesaran hati Iname).
Ai ite ata gendo agu tinu, hami ata kawe, toe na'a si ome manga, toe bone si ome ongko er laing holes, oe wa si keri sangger ata manga dise Weta ra
(Iname adalah pihak yang melahirkan dan membesarkan si perempuan, dan pihak Woe adalah yang mencari seorang calon Ibu, adapun permintaan Iname sebagai bentuk balas jasa pengasuhan, pihak Woe menyadari sepenuhnya sesuai kemampuannya. Jikalau memang belum semuanya terpenuhi, pihak Woe telah berusaha semaksimal mungkin, dan tidak ada niat untuk menahannya jika memang ada).
(anda adalah bagian dari kami, dan kami adalah bagian dari anda).
Tegi dite Nara manga lise Weta, toe manga dise Weta, sale ite Nara nai ngalis agu tuka ngengga
(Pihak Iname meminta paca, pihak Woe menyanggupi, kalupun kurang, Woe miminta pertimbangan dan kebesaran hati Iname).
Ai ite ata gendo agu tinu, hami ata kawe, toe na'a si ome manga, toe bone si ome ongko er laing holes, oe wa si keri sangger ata manga dise Weta ra
(Iname adalah pihak yang melahirkan dan membesarkan si perempuan, dan pihak Woe adalah yang mencari seorang calon Ibu, adapun permintaan Iname sebagai bentuk balas jasa pengasuhan, pihak Woe menyadari sepenuhnya sesuai kemampuannya. Jikalau memang belum semuanya terpenuhi, pihak Woe telah berusaha semaksimal mungkin, dan tidak ada niat untuk menahannya jika memang ada).
11. Paca adalah tali kasih.
Dalam pembicaraan mengenai
paca dikenal ungkapan
''toe salang tuak, landing salang wae tiku tedeng'' (bukan jalan menuju pohon tuak, melainkan jalan ke sumber air minum).
Dikatakan bukan jalan ke pohon tuak, karena hubungan kekerabatan yang terjadi atas dasar perkawinan akan terus terjalin, meski orang-orang yang melakukan perkawinan tersebut telah mati (dibahas di topok lain; kapan hubungan kekerabatan Iname-Woe berakhir).
Bahkan hubungan tersebut dapat diperbaharui dengan perkawinan juga yaitu perkawinan adat tungku / tungku sai (lihat jenis-jenis perkawinan adat Kempo).
Tidak seperti jalan menuju ke pohon tuak, jika air sadapan nira telah habis, maka jalan kesana tidak akan ditelusuri lagi.
''toe salang tuak, landing salang wae tiku tedeng'' (bukan jalan menuju pohon tuak, melainkan jalan ke sumber air minum).
Dikatakan bukan jalan ke pohon tuak, karena hubungan kekerabatan yang terjadi atas dasar perkawinan akan terus terjalin, meski orang-orang yang melakukan perkawinan tersebut telah mati (dibahas di topok lain; kapan hubungan kekerabatan Iname-Woe berakhir).
Bahkan hubungan tersebut dapat diperbaharui dengan perkawinan juga yaitu perkawinan adat tungku / tungku sai (lihat jenis-jenis perkawinan adat Kempo).
Tidak seperti jalan menuju ke pohon tuak, jika air sadapan nira telah habis, maka jalan kesana tidak akan ditelusuri lagi.
Bentuk tali kasih yang dibangun nantinya, berupa Werong
; werong laki dan werong mata.
Bentuk lain berupa icing kandi (ikut menyumbang sebagai seorang anak atau weta), bisa juga mai la'at atau wali susah (saling berkunjung; baik sekedar menghilang rindu maupun meminta bantuan).
Sehingga dalam pembicaraan kimpu akan dibuatkan pertimbangan atau semacam penundaan beberapa bagiannya untuk dialihkan ke bentuk lain yaitu saat werong nanti.
Misalnya jika kaba paca (kerbau sebagai mas kawin) belum terpenuhi, maka akan dialihkan ke werong laki nara (bagian yang menjadi tanggungan ketika saudara laki-laki si perempuan menikah nanti).
Bentuk lain berupa icing kandi (ikut menyumbang sebagai seorang anak atau weta), bisa juga mai la'at atau wali susah (saling berkunjung; baik sekedar menghilang rindu maupun meminta bantuan).
Sehingga dalam pembicaraan kimpu akan dibuatkan pertimbangan atau semacam penundaan beberapa bagiannya untuk dialihkan ke bentuk lain yaitu saat werong nanti.
Misalnya jika kaba paca (kerbau sebagai mas kawin) belum terpenuhi, maka akan dialihkan ke werong laki nara (bagian yang menjadi tanggungan ketika saudara laki-laki si perempuan menikah nanti).
Cukup adil dan manusiawi, ata tua neka pande di'i niak data koe (para orang tua sebaiknya tidak menghalang-halangi keinginan orang muda,
melainkan diarahkan ke hal yang lebih baik).
Disinilah keunikan perkawinan adat Kempo. Perkawinan dan paca tidak menghilangkan hak orang tua dan anak. Namun sangat jelas batasannya, sehingga hak dan kewajiban tetap bisa dijankan dan kehidupan terus bergulir.
Disinilah keunikan perkawinan adat Kempo. Perkawinan dan paca tidak menghilangkan hak orang tua dan anak. Namun sangat jelas batasannya, sehingga hak dan kewajiban tetap bisa dijankan dan kehidupan terus bergulir.
12. Paca adalah sebuah pesan moral.
Meskipun pada awalnya, paca
merupakan tanggungjawab Orangtua yang memiliki anak laki-laki, namun lambat
laun menjadi tanggungjawab sosial.
Bisa dilihat dari komposisi paca dan sanksi bagi yang tidak mampu menyanggupi paca.
Atas dasar itulah, leluhur memberi pesan kepada generasi selanjutnya, bahwa siapa saja yang memiliki anak laki-laki, yang punya keinginan untuk hidup berumahtangga, ingatlah akan paca.
Dengan demikian, tiap orang akan bekerja keras dan berusaha sebelum memutuskan kaeng kilo (hidup berkeluarga)
Bisa dilihat dari komposisi paca dan sanksi bagi yang tidak mampu menyanggupi paca.
Atas dasar itulah, leluhur memberi pesan kepada generasi selanjutnya, bahwa siapa saja yang memiliki anak laki-laki, yang punya keinginan untuk hidup berumahtangga, ingatlah akan paca.
Dengan demikian, tiap orang akan bekerja keras dan berusaha sebelum memutuskan kaeng kilo (hidup berkeluarga)
Untuk memastikan hal itu bisa berjalan, maka pelaksanaan perkawinan
menjadi tanggungjawab Tua batu (pemimpin klan). Begitu juga perkawinan
itu sendiri, mengikat keluarga hingga ke tingkat klan.
Jadi adat telah mengatur, agar tiap orang berusaha dan berupaya untuk mencapai sesuatu.
Meskipun komposisi paca akan dibagi kedalam bentuk warang dan werong, namun dalam pembicaraan tingkat klan, Tua Batu harus bisa mempertimbangkan kemampuan Ase-Kae, Weta dan Inang.
Demikian pun pihak Weta dan Inang, meskipun werong tidak bisa ditolak, namun tetap diukur sesuai kemampuan.
Jadi adat telah mengatur, agar tiap orang berusaha dan berupaya untuk mencapai sesuatu.
Meskipun komposisi paca akan dibagi kedalam bentuk warang dan werong, namun dalam pembicaraan tingkat klan, Tua Batu harus bisa mempertimbangkan kemampuan Ase-Kae, Weta dan Inang.
Demikian pun pihak Weta dan Inang, meskipun werong tidak bisa ditolak, namun tetap diukur sesuai kemampuan.
Keterbatasan inilah yang harus disikapi oleh setiap
laki-laki Kempo.
Jika tidak bisa diatasi, maka pilihan terakhir adalah menerima sanksi sebagai kope nggabang.
Jika tidak bisa diatasi, maka pilihan terakhir adalah menerima sanksi sebagai kope nggabang.
13. Paca adalah sistem pengendali keteraturan masyarakat.
Selain sebagai pembuktian
kualitas hidup, paca juga menjadi instrumen adat istiadat untuk mencapai
keteraturan sosial.
Paca tidak hanya mengatur soal balas jasa, tetapi juga tata cara penyampaian balas jasa tersebut. Meliputi status pihak-pihak yang terlibat, tata cara yang digunakan, dan konsekuensinya dimasa selanjutnya.
Paca tidak hanya mengatur soal balas jasa, tetapi juga tata cara penyampaian balas jasa tersebut. Meliputi status pihak-pihak yang terlibat, tata cara yang digunakan, dan konsekuensinya dimasa selanjutnya.
Bisa dibayangkan, jika Woe meminta seorang gadis kepada
Iname, lewat sebuah perkawinan, lalu pihak Iname memberikan begitu saja seorang
gadis, tanpa sebuah upaya untuk memastikan untuk apa anak gadis mereka diminta
oleh Woe.
Orang tua macam apa yang seperti itu ???
Orang tua macam apa yang seperti itu ???
Sementara disisi lain, manusia atau laki-laki adalah mamalia
jantan yang mencari seorang gadis untuk menjadi calon Ibu yang akan melahirkan
generasinya.
Jika paca tidak diatur, maka setiap laki-laki yang memiliki cukup modal untuk menyanggupi paca, mempunyai potensi besar menjadi tukang kawin.
Jika paca tidak diatur, maka setiap laki-laki yang memiliki cukup modal untuk menyanggupi paca, mempunyai potensi besar menjadi tukang kawin.
Mengumpulkan sejumlah perempuan untuk dijadikan istri, karena kecukupan modal.
Kehidupan macam apa seperti itu ??
Kehidupan macam apa seperti itu ??
Pesan:
Manusia adalah makhluk sosial yang berbudi pekerti, bukan
kawanan mamalia yang hanya punya insting untuk berkembang biak. Ada banyak hal yang
menjadi pertimbangan, dan menjadi panduan hidup berkelompok. Sehingga paca
sangat mempengaruhi hidup dan cara hidup bagi Ata Kempo.
Karena perkawinan merupakan titik awal dari sebuah bentuk
kehidupan yang baru, sehingga pendahulu atau nenek moyang telah meletakan
dasarnya untuk kita pahami maknanya dan mejaga nilai luhurnya.
Bagi kita yang hidup di genersi sekarang, jika kita tidak lagi diberi ruang untuk menciptakan suatu tatanan budaya yang baru, merupakan hal mulia jika kita mampu menjaga dan melestarikan apa yang telah diwariskan. Lagi pula kita masih diberi kesempatan, untuk menyempurnakan semua ini, dengan berbagai hal yang ada dijaman ini, tanpa merusak nilai luhurnya.
Bagi kita yang hidup di genersi sekarang, jika kita tidak lagi diberi ruang untuk menciptakan suatu tatanan budaya yang baru, merupakan hal mulia jika kita mampu menjaga dan melestarikan apa yang telah diwariskan. Lagi pula kita masih diberi kesempatan, untuk menyempurnakan semua ini, dengan berbagai hal yang ada dijaman ini, tanpa merusak nilai luhurnya.
Mengapa begitu sulit ???
Semoga
tulisan ini bermanfaat dan menjadi referensi bagi kita semua, dan menyadari dan
selanjutnya menghargai, betapa adat budaya Kempo telah memiliki sistem yang
sangat sempurna dalam sebuah prosesi perkawinan.
catatan;
Neka rabo (maaf) uraian diatas mungkin belum terlalu lengkap, karena keterbatasan waktu untuk melakukan pengenalan yang mendalam.Jika ada kekeliruan penuturan maupun penamaan, sepenuhnya adalah kekurangan penulis, dan tidak bertujuan merendahkan atau melecehkan.
Sekiranya masukan menjadi hal yang berharga untuk kita diskusikan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar