Kampung atau perkampungan dalam bahasa Kempo dinamakan Beo. Sejumlah rumah tempat tinggal serta penghuni dan berbagai faktor pendukungnya.
Kampung bagi orang Kempo merupakan tempat atau lingkungan untuk menjalani hidup, sejak masa kecil sampai dewasa hingga masa tua.
Kehidupan dari waktu ke waktu tidak terlepas dengan apa yang ada atau apa yang terjadi di kampung. Kampung merupakan bagian dari kehidupan orang Kempo.
Seperti tempat-tempat lain di bumi ini, beo atau kampung dari Orang Kempo memiliki sejarah dalam pembentukan nya. Termasuk juga di dalamnya beberapa perubahan bentuk, struktur, maupun letaknya seiring perkembangan jaman.
Kampung bagi orang Kempo merupakan tempat atau lingkungan untuk menjalani hidup, sejak masa kecil sampai dewasa hingga masa tua.
Kehidupan dari waktu ke waktu tidak terlepas dengan apa yang ada atau apa yang terjadi di kampung. Kampung merupakan bagian dari kehidupan orang Kempo.
Seperti tempat-tempat lain di bumi ini, beo atau kampung dari Orang Kempo memiliki sejarah dalam pembentukan nya. Termasuk juga di dalamnya beberapa perubahan bentuk, struktur, maupun letaknya seiring perkembangan jaman.
Ada yang mengalami pergeseran, ada yang tak pernah berubah dan ada pula yang telah
ditinggalkan.
Jika dilihat dari asal usul dan sejarahnya, Beo dapat
dibagi dalam 5 kategori berikut;
1. Beo Pu'u (Kampung Asal)
Kampung asal atau Beo Pu'u yang dimaksud disini adalah
kampung yang telah cukup lama ada dan berdiri, hingga pada masa modern seperti
sekarang. Belum ada pengakuan resmi atau data yang akurat mengenai Beo pu'u Data Kempo yang
merupakan kampung pertama. Karena belum ada yang melakukan riset akan hal
tersebut. Nama-nama kampung yang akan disebutkan nanti, adalah sebagian dari
kampung-kampung yang telah lama berdiri atau kampung tertua.
Karena tidak ada bukti peninggalan atau bukti sejarah
untuk menguatkan cerita asal-usul sebuah kampung, sehingga menjadi sulit sekali untuk menentukan kampung
mana yang lebih dulu ada dari beberapa kampung tua yang ada di sekitarnya.
Ciri-ciri beo pu'u dapat digambarkan sebagai berikut;
- Pada umumnya, Beo Pu'u pola nya linear atau berbentuk
liup ( mengelilingi) compang (mesba penyembahan) dengan di satu sisi terbuka
untuk pa'ang (gerbang kampung) dan salang (jalan). Bentuk terbuka di
satu sisi ini lebih dari sekedar salang lako, tapi intinya adalah sebagai
tempat sut nai (rongga nafas) dari kampung tersebut. Orang Kempo percaya akan energi positif dan negatif untuk sebuah pendirian
kampung.
Meski bagi Ata Kempo, umumnya salang puci (jalan masuk) sama dengan salang kole (jalan keluar).
Tidak hanya untuk bentuk kampung, dalam pembagian uma (lahan garapan) pun setiap kebun memiliki cicing (batas luar) sebagai tempat pemiliknya keluar dari kebun.
Begitu juga bentuk sekang (rumah) Data Kempo jaman dulu, hanya memiliki satu para (pintu) untuk keluar masuk rumah.Pola linear atau mengumpul ini juga bertujuan agar mudah untuk caing tau (saling menjangkau), lelo cama tau (memantau sesama), lambu tau (saling mengunjungi) dari berbagai macam duing (suasana) dan nuing (keadaan) yang dihadapi. Misalnya ketika lasa / beti (sakit) atau dalan hal tegi campe (meminta bantuan) tetangga, tidak terlalu jauh. - Pemilihan tempat untuk pendirian beo mengikuti
kepercayaan animisme dan dinamisme. Ata Kempo percaya bahwa posisi tanah dalam pendirian kampung menentukan kelangsungan hidup penduduk kampung itu sendiri jadi hal ini sangat
diperhitungkan. Wewo golo/Tondong (punggung bukit) diyakini sebagai salang lako (tempat berjalan) dan
berlalu-lalang nya beang tana (roh-roh jahat), kakartana (jin) dan semacamnya.
Bengkok / malok (lembah) diyakini sebagai tempat para jin kawe hang (mencari makan). Karena ata Kempo tidak mau pala tau (bersinggungan) dengan beang tana (makhluk penghuni alam lain), maka kebe/kekep (lereng) menjadi tempat pilihan yang terbaik. - Diantara puncak gunung dan lembah, lereng yang dipilih sebagai tempat untuk mendirikan kampung berada one reha (di tengah) keduanya.
Perhitungannya sederhana, efisien waktu dan efektif untuk melanjutkan hidup. Jika pemilihan tempat untuk beo berada di lereng, maka tempat yang baik untuk depang kawe hang (bekerja mencari makan) atau wonok (berburu) adalah di lembah / lereng. Ditinjau dari sisi alamiah makhluk hidup, semua kaka (binatang) maupun pu'u haju (tumbuhan) membutuhkan wae (air), dan tempat air mengalir adalah ke tempat yang lebih rendah yaitu lembah. Tempat yang baik untuk berburu dan mencari makanan, dan bertahan hidup. Sementara ketika kemarau tiba, hutan atau pedalaman bukit sebagai tempat untuk mencari makan atau berburu.
Hal ini belum banyak yang mengakuinya, tetapi setahu penulis, inilah laseng (kebiasaan) orang Kempo jaman dulu, saat lokang oke (ladang berpindah) sebelum mengenal lahan garapan tetap seperti galung (sawah) dan uma (kebun). - Pemilihan kebe (lereng) juga dianggap strategis dalam pertahanan.
Sifat utama manusia untuk menguasai yang lain, terutama dalam mboro tana (perebutan lahan garapan) antar kampung, membuat Ata Kempo mencari cara untuk melindungi dirinya dari serangan musuh. Dengan posisi kampung yang berada di lereng, akan lebih mudah memantau setiap pergerakan musuh yang datang menyerang. Karena tidak mungkin musuh menyerang dari arah punggung bukit yang merupakan hutan belantara. Ditambah lagi, jika terjadi wajo kampong purak mukang (musuh yang datang menyerang kampung), akan menunjukan dirinya dengan masuk dari arah pa'ang (gerbang kampung), yang juga satu-satunya jalan masuk menuju kampung. Dan jika hal itu terjadi, ata ngara beo (penghuni kampung) tidak akan tinggal diam, mereka dengan sekuat tenaga menahan musuh yang coba masuk ke kampung. Namun jauh sebelum mendekati pa'ang, musuh akan dihadang atau diperlambat dengan berbagai cara, semisal pande nggolong watu (menggulingkan batu). Atau membuat lawan kelelahan, karena sebelum mencapai kampung, musuh sudah kelelahan karena lako tuke (jalan yang menanjak) untuk mencapai beo.
Biarkan musuh mengalahkan dirinya sendiri.
2. Mukang (Pemukiman Baru)
Mukang adalah cikal bakal sebuah kampung yang baru.
Dilihat dari arti katanya, mukang dapat dibagi dalam dua suku kata; mu dari kata mo yang berarti pergi, dan kang dari kata kaeng yang artinya tinggal / menempati.
Jika digabungkan menjadi, mo kaeng yaitu pergi (ke kebun) untuk menetap / tinggal untuk sementara waktu.
Dilihat dari arti katanya, mukang dapat dibagi dalam dua suku kata; mu dari kata mo yang berarti pergi, dan kang dari kata kaeng yang artinya tinggal / menempati.
Jika digabungkan menjadi, mo kaeng yaitu pergi (ke kebun) untuk menetap / tinggal untuk sementara waktu.
Ada beberapa hal yang membuat mukang berubah menjadi sebuah
beo / kampung, yaitu;
- Mula-mula, mukang terbentuk dari uma rana (lahan
garapan baru). Di lahan garapan baru ini, awalnya berdiri beberapa sekang riang
(bangunan tempat berteduh).Karena umumnya wa'u wini (musim tanam) dimulai pada awal
dureng (musim hujan), sekang riang pun dibuat lebih baik dan lebih dari sekedar
tempat berteduh menjadi Bonggok (..baca Bonggok; Jenis-jenis sekang Data
Kempo).
Berubahnya sekang riang menjadi bonggok, kadang juga bermaksud sebagai persiapan di musim panen kelak, untuk menampung hasil kebun. - Sebelum mengenal galung (sawah), konsentrasi pekerjaan adalah bekerja di uma (pertanian lahan kering). Aktivitas harian, duat le gula we'e le mane (berangkat pagi, pulang sore) kadang menguras tenaga dan waktu, apalagi jarak kampung dan lahan garapan cukup jauh. Entah karena mael (kebosanan) karena duat-we'e (pergi-pulang) kampung dan uma, atau juga karena banyaknya one motang (serangan babi hutan) dan one kode (monyet), maka kebun harus di tokong (di jaga).Dari beberapa situasi tersebut, banyak yang memilih untuk tinggal sementara di ladang hingga musim panen selesai. Hanya sesekali saja pulang kampung, untuk sesuatu keperluan yang penting saja.
- Uma lokang atau lahan garapan yang dikerjakan dua kali, membuat petani semakin betah tinggal di kebun. Awalnya mungkin hanya satu dua keluarga, kemudian ada keluarga yang mengikutinya, hingga ada lebih dari 4-5 keluarga. Dengan semakin lama tinggal di kebun, sedikit demi sedikit bonggok pun dibuat lebih baik hingga menyerupai sekang kaeng (rumah tinggal).
- Setelah uma lokang selesai dipanen, sebagian besar
pemiliknya memilih untuk meninggalkan nya dan membiarkan nya tak ter urus.
Namun bagi mereka yang telah membangun bonggok memiliki penilaian lain. Setelah dirasa lahan tersebut merupakan lahan yang subur, mereka akan tetap mengurusi nya dan menanami kembali lahan garapan tersebut dengan berbagai macam tanaman, baik bahan pangan maupun tanaman perkebunan.
Apalagi beberapa faktor pendukung seperti mata wae (mata air) yang dekat, tidak ada gangguan binatang buas, dan tidak ada gangguan roh-roh jahat, dan jarak tempuh maupun posisinya tidak terlalu sulit di jangkau dari Beo Pu'u.Mereka yang biasanya memilih untuk tetap tinggal adalah orang yang tidak memiliki rumah sendiri di Beo Pu'u atau menumpang di rumah kerabat.
Bisa juga orang yang telah berkeluarga dan masih satu rumah dengan orang tuanya. Salah satu cara halus untuk mandiri dengan memilih keluar dari rumah orang tua dan membangun keluarganya bersama anak istri, salah satunya adalah kaeng one uma (tinggal di kebun) - Setelah memilih untuk tinggal di kebun, beberapa
keluarga tersebut mulai membentuk suatu pemukiman baru.
Dari yang awalnya berjauhan, karena mendirikan bonggok biasanya di kebun yang menjadi bagiannya sendiri, kini mereka memilih untuk tinggal berdekatan.
Dengan perhitungan tempat yang strategis tentunya, yaitu bagian uma yang agak lereng, tidak dekat dengan pohon besar yang mudah tumbang, atau tidak dekat dengan batu besar yang kemungkinannya bisa terguling, atau tanah yang bisa longsor.
Setelah semua hal tersebut terpenuhi, bisa saja mereka yang bagian kebunnya agak jauh dari yang lain, meminjam tanah atau dipinjamkan tanah oleh yang lainnya, untuk membangun sekang agar berdekatan.
Bonggok pun ditata ulang menjadi sebuah sekang kaeng, lengkap dengan bagian-bagiannya. - Walaupun rumah atau sekang kaeng sudah menyerupai sekang di
beo / kampung, namun bisa saja belum tampak seperti beo aslinya. Misalnya, belum
ada lempar di siri reha, belum ada pa'ang, belum ada compang dan belum ada Tua Golo (Kepala kampung). Karena beberapa hal masih terikat dengan beo pu'u, dan masih diharuskan
untuk ikut nempung (rapat) di beo pu'u.
Sementara sebagai pengganti Tua Golo, biasanya seseorang yang lebih tua atau yang lebih pandai berbicara adat, dipercaya untuk menjalankan tugas Tua Golo.
Mengenai tata cara atau proses menjadi beo/kampung utuh dari sebuah mukang, belum tahu pasti. Atau bisa saja tergantung kesepakatan dari warga mukang dengan meminta pertimbangan Tua Golo di Beo Pu'u. - Pola perkampungan dari Mukang kadang tak sama persis dengan Boe Pu'u,
hal ini karena masyarakat telah mengenal dan mengakui kepemilikan atas tanah.
Sehingga mukang yang telah berubah menjadi beo, mengikuti bentuk pembagian tanah, tidak lagi linear seperti Boe Pu'u.
Inilah yang menyebabkan mengapa kampung-kampung yang muncul belakangan tak lagi berkumpul mengitari compang. Tapi bentuknya berderet, ditambah lagi adanya pembukaan salang (jalan) di tengah kampung, seperti yang terlihat pada perkampungan modern sekarang. - Jika dalam perjalanannya, Mukang tidak berkembang
atau banyaknya rumah yang tak ditempati lagu oleh penghuninya, karena sesuatu
alasan dan tidak nyaman lagi untuk ditempati. Maka penghuninya pun kembali ke
Beo Pu'u / kampung asal.
Mukang yang telah ditinggal pergi oleh penghuninya berganti menjadi monang.
Monang dari kata mo neng toe yang artinya sesekali saja pergi. - Tapi jika berubah menjadi sebuah beo utuh, Beo Pu'u dan beo yang terbentuk dari mukang, masih terikat hubungan Ase-Kae, dengan hak yang
sama dalam hal pembagian lahan dan beberapa hal lainnya.
Dan biasanya tempat Mukang itu sendiri masih dalam lingko (wilayah) dari Beo Pu'u.
3. Beo Long
Dari etimologi kata, long dapat diuraikan; mo lor yang
artinya pergi untuk waktu yang lama,
atau legong yang artinya meninggalkan, atau lejong yang artinya berkunjung untuk waktu yang lama. Atau dalam penggunaan sehari-hari, kata long berarti bau amis. Bau identik dengan sikap, perilaku, maupun kebiasaan yang telah melekat dalam diri atau dalam kehidupan bersama, akan terus terbawa sampai ke tempat yang baru.
atau legong yang artinya meninggalkan, atau lejong yang artinya berkunjung untuk waktu yang lama. Atau dalam penggunaan sehari-hari, kata long berarti bau amis. Bau identik dengan sikap, perilaku, maupun kebiasaan yang telah melekat dalam diri atau dalam kehidupan bersama, akan terus terbawa sampai ke tempat yang baru.
Semua hal ini memiliki keterkaitan dengan apa yang
dilakukan atau yang terjadi di tempat long nanti.
Sejak jaman dulu, Ata Kempo telah mengenal tradisi semacam transmigrasi lokal. Pergi meninggalkan kampung dan menetap di tempat tujuan baru di luar lingko Beo (hak ulayat kampung) untuk jangka waktu yang lama.
Ada beberapa hal atau alasan terjadinya long;
- Lonto one/Kope Nggabang.Lonto one (tinggal dalam) adalah sebuah situasi dimana setelah menikah, yang seharusnya pasangan suami istri yang baru menikah di padong (di antar) ke kampung laki-laki, namun karena permintaan orang tua perempuan, laki-laki yang baru menikah tersebut tinggal bersama mertuanya.Sementara Kope Nggabang adalah suatu keadaan dimana seorang laki-laki, belum mampu melunasi paca (mahar pernikahan), dan diharuskan bekerja pada orang tua si perempuan.Atau juga seseorang yang kaeng one Weta (tinggal dengan keluarga saudara perempuannya) atau kaeng one Inang (tinggal bersama saudara perempuan ayahnya).Baik ata lonto one, kope nggabang, maupun ata kaeng one Weta / Inang, jika ada lodok weru (pembukaan lahan garapan baru) akan diajukan atau ditawarkan untuk mendapatkan bagiannya.Lama kelamaan, seseorang dari mereka mengajak saudaranya, untuk sama-sama menerima bagian lahan baru, dan mereka membuka mukang weru (pemukiman baru) di lahan garapan tadi.
- Tenteng tuak tegi tanah (Meminta bagian dalam
pembukaan lahan garapan baru)Dalam hal ini sekelompok orang mendatangi Tua Golo
(kepala kampung) di kampung lain dan meminta lahan garapan baru untuk dijadikan
kebun. Sebelumnya tentu mereka sudah mendengar bahwa kampung tersebut berencana
membuka lahan garapan baru. Sekelompok orang tersebut akan berada cukup lama di
tempat itu nantinya, hingga panen di tahun kedua selesai, atau akan mengambil
bagian jika ada pembukaan lahan garapan yang baru lagi.
Di lahan garapan baru itulah mereka membuat mukang weru. - Bantang uma cama (Mengajak orang untuk membuka lahan
baru). Jika sebuah kampung tidak memiliki banyak penghuni, dan mereka akan
membuat lahan garapan baru, Tua Golo kampung tersebut mengutus orang untuk
mengundang orang di kampung lain untuk bersama poka puar tiba uma (menebang
hutan untuk dijadikan lahan garapan).
Kampung yang dituju biasanya masih ada hubungan Ase-Kae atau Weta Nara.Karena besarnya lahan yang digarap maupun lamanya waktu menggarap lahan, lambat laun mereka semakin betah di tempat tersebut dan mulai mendirikan Mukang.Mukang weru di tempat tujuan long yang ditingkatkan statusnya menjadi Beo, dinamakan Beo Long. - Menjaga perbatasan.Hal ini erat kaitannya dengan kekuasaan Dalu Kempo (Raja Kempo yang mengepalai wilayah kedaluan / Hamente). Demi menjaga keutuhan wilayahnya, Dalu mengutus sekelompok orang untuk mendiami suatu wilayah di perbatasan dengan dalu lain. Mereka akan berdiam cukup lama di tempat tersebut dan mulai membuka lahan garapan serta membuat mukang weru.Dari mukang weru lambat laun akan menjadi sebuah kampung yang utuh.
4. Beo Weru (Kampung Baru)
Beo weru adalah proses modernisasi bentuk kampung dari
Ata Kempo. Karena beberapa unsur yang menjadi dasar pertimbangan untuk
mendirikan kampung mulai mengalami perubahan. Misalnya, pola kampung tidak lagi
liup (linear) melainkan torok (berjejer) sepanjang jalan yang dibentuk atas
dasar kepemilikan lahan. Compang yang menjadi mesba penyembahan mulai
ditinggalkan dengan masuknya pengaruh agama Katolik dan Islam saat jaman penjajahan Belanda.
Kemudian dengan hadirnya sekolah-sekolah, pola pikir
semakin berubah mengikuti perkembangan jaman. Hal tersebut berdampak pada
bentuk bangunan sekang, air minum bersih, sanitasi, sistem pertanian, maupun
struktur sosial.
Proses terjadinya Beo Weru antara lain sebagai berikut;
- Bisa berawal dari sebuah Mukang yang memiliki letak strategis daripada Beo Pu'u. Maka dalam keputusan bersama, warga kampung sepakat untuk pindah ke kampung yang baru dengan nama kampung yang baru tentunya.
- Beberapa alasan lain juga karena terjadinya nemba
(wabah penyakit) yang menyerang penduduk kampung dan menyebabkan banyaknya
kasus kematian yang tidak diketahui penyebabnya.
Wabah penyakit tersebut semisal Malaria, karena kampung-kampung berada di tengah hutan dan belum adanya sanitasi yang memadai serta masih mengandalkan obat-obat tradisional. - Namun dalam keyakinan orang tua di jaman dulu, kasus kematian tersebut karena pengaruh roh jahat yang meminta korban jiwa. Sehingga didorong oleh rasa takut tersebut mereka pun sepakat untuk memindahkan kampung ke tempat yang baru, yang tentunya masih dalam lingko Beo (hak ulayat kampung).
5. Bangka (Bekas Kampung).
Dengan adanya perpindahan Beo ke tempat baru, maka bekas
kampung yang ditinggalkan dinamakan Bangka.
Dari etimologi kata, bangka dapat diurai sebagai berikut;
Wangka yang berarti awal atau mula-mula.
Bate Kaeng yang berarti bekas ditempati.
Wa Rengka yang berarti membawa rengka (ranting berduri)
lambang penjaga pengaruh buruk kekuatan alam lain saat seorang bayi baru lahir.
Pada sebuah Bangka, akan terlihat bekas kehidupan yang
pernah ditempati atau diusahakan, semisal batu-batu yang menjadi landasan
rumah, tiang-tiang rumah atau yang paling gampang untuk mengenali nya yaitu
pohon kelapa dan pinang yang rimbun dan telah berumur tua.
Sejauh ini belum pernah terjadi sebuah bangka, ditempati lagi oleh orang yang telah meninggalkannya. Karena diyakini, roh-roh jahat yang pernah mengganggu kehidupan masa lalu masih bersemayam disana.
Atau mungkin karena letaknya yang tidak strategis untuk sebuah kemajuan di masa mendatang.
Itulah sejarah Beo orang Kempo dan perkembangannya, sehingga sampai sekarang hubungan kekerabatan antara satu kampung dengan kampung yang lain masih dapat ditelusuri. Tidak hanya Beo yang berada di bekas Kedaluan Kempo tapi juga di beberapa kedaluan tetangga seperti, Mburak, Boleng, dan Lembajo (Labuan Bajo).
Dalam pembahasan kali ini, belum disertai dengan pencantuman nama-nama kampung yang masuk dalam tiap kategori diatas. Masih menunggu pendalaman lebih lanjut oleh penulis.
*********************************
http://adatbudaya-kempo.blogspot.com/2013/08/sejarah-pembentukan-beo-kampung-data.html
Cttn: Neka rabo (maaf) mungkin belum terlalu lengkap, karena keterbatasan waktu untuk melakukan pengenalan yang mendalam. Mungkin masih banyak kekurangan dalam uraian diatas, masukan akan sangat berarti untuk melengkapinya.
Jika ada kekeliruan penuturan maupun penamaan, sepenuhnya adalah kekurangan penulis, dan tidak bertujuan merendahkan atau melecehkan.
Sekiranya masukan menjadi hal yang berharga untuk kita diskusikan…
Dalam pembahasan kali ini, belum disertai dengan pencantuman nama-nama kampung yang masuk dalam tiap kategori diatas. Masih menunggu pendalaman lebih lanjut oleh penulis.
*********************************
http://adatbudaya-kempo.blogspot.com/2013/08/sejarah-pembentukan-beo-kampung-data.html
Cttn: Neka rabo (maaf) mungkin belum terlalu lengkap, karena keterbatasan waktu untuk melakukan pengenalan yang mendalam. Mungkin masih banyak kekurangan dalam uraian diatas, masukan akan sangat berarti untuk melengkapinya.
Jika ada kekeliruan penuturan maupun penamaan, sepenuhnya adalah kekurangan penulis, dan tidak bertujuan merendahkan atau melecehkan.
Sekiranya masukan menjadi hal yang berharga untuk kita diskusikan…
5 komentar:
Terimakasj Ite, uraiannya menarik. Faktual. Mengingat masa lalu. Perlu dikembangkan Ite. Kalau boleh usul, tolong ditelusuri juga sejarah kerajaan di manggarai barat dan kaitannya keberadaan Kedaluan Kempo. Juga relasinya dg beragam Kedaluan lainnya yg afa di manggarsi barat. Mungkin juga hubungan kekuasaan mada lalu dg Luwuk di Sulawesi Selatan dan juga Kerajaan. Neka rabo, usul kok banyak amat, he he he. Selamat Ite....
Maksudnya kerajaan bima. (Yg komen ini ata kempo rekas, mbeot lau jakarta ho'o ga
Tabe wie o ite...
Sudah lama sekali toe manga ninik kolen tulisan so gra ite...
Do ata tegi tulisan lanjutan, manga kole ata ri celek manga pande buku...matak ine !!! Ha..haa..
Ata nungku tulisan so, ceng burut one dunia maya ho..
Keinginan untuk terus menulis dan menelusuri sejarah masa lalu sebenarnya masih ada e Kraeng, landing ga...SUNGGUH SANGAT-SANGAT BANYAK TANTANGANYA, jika hanya mengandalkan inisiatif sendiri, noes...nda ite,
Nggoe wel ga...hejol na e cepisa ga, dasor cekoen can taung haha...
Wynn Rewards Club - Jeopardy Tips & Strategies - JTM Hub
Login to Wynn Rewards Club. Log in. The Wynn 양산 출장샵 Rewards Club is 군포 출장마사지 one of the largest loyalty points programs in the 거제 출장안마 United 광주광역 출장샵 States. The 충청남도 출장안마
Mantap
Posting Komentar